Hai...Hai...Hai...

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya...

Do you know me?

I'm a farmer...
I'm a scientist...
I'm an university student of Padjadjaran...
I'm an agrotechnologician...
I'm Andreas Panggabean...

and I'm so proud to be my self...

Kamis, 28 April 2011

Prediksi: 15 Tahun Lagi Bakal Banyak Orang Yang Bercita-cita Menjadi Petani

Perubahan iklim bumi yang ditandai dengan pemanasan global dan mencairnya es di kutub, sudah mulai kita rasakan dampaknya saat ini, situasi ini belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Cuaca ekstrim telah mengakibatkan bencana alam di beberapa belahan dunia, termasuk Indonesia. Bencana telah merenggut banyak nyawa dan menimbulkan kerugian besar diberbagai sektor  kehidupan, termasuk sektor pertanian yang merupakan sumber pokok bahan pangan untuk kelangsungan hidup manusia.
Dampak beruntun dari cuaca ekstrim ini juga menyebabkan perubahan ekosistem baik hayati (biotik) maupun non hayati (abiotik) yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan alam yang turut berimbas kegagalan panen pada tanaman pangan.  Fenomena terbaru hama ulat bulu yang menyerang kebun mangga penduduk di Probolinggo Jawa Timur, merupakan salah satu bukti dari akibat perubahan ekosistem.

Cuaca ekstrim juga dicemaskan akan mengakibatkan ancaman masalah pangan dunia. Lembaga internasional di bidang pangan (FAO) juga telah memberikan peringatan kepada seluruh anggotanya termasuk Indonesia, seperti yang dirilis detik.com Senin (20/9/2010).  FAO sudah ingatkan bahwa persoalan pangan akan jadi ancaman di masa mendatang. Anggota-anggota FAO disarankan memperkuat ketahanan pangannya,” kata Menteri Pertanian Suswono di kantornya, Ragunan, Jakarta, Senin (20/9/2010). Ia mengatakan keputusan kebijakan pangan sangat penting, sebab jika telat mengambil keputusan dampaknya bisa fatal. Suswono menuturkan negeri Tirai Bambu China yang selama ini surplus beras, justru sudah menyatakan akan impor beras sebanyak 1 juta ton. Menurut Suswono setelah La Nina (basah) ekstrim, diperkirakan akan ada El Nino ekstrim (kering). (detik.com)
Sementara bahan baku pangan yang bersumber dari daging hewan, di negara maju sudah gencar dikampanyekan untuk mengurangi mengkomkomsumsinya, karena perternakan dan industri daging salah satu penyebab terbesar terjadinya pemanasan global (kompas.com 25/11/2009).

Dunia sudah mulai cemas akan masalah ancaman pangan ini, karena ketersediaan bahan baku pangan terutama tumbuhan sangat tergantung pada alam, sementara alam sudah tidak bersahabat. Bahan baku yang berasal dari tumbuhan tidak akan bisa dibuat dengan industri dan teknologi secanggih apapun, teknologi dan industri hanya bisa membantu untuk mengolahnya. Kemungkinan masing-masing wilayah memiliki daya tahan yang berbeda-beda dalam penyesuaian perubahan iklim tersebut.

Wilayah beriklim tropis yang dekat dengan garis khatulistiwa (equator), secara logika daya tahannya terhadap penyesuaian perubahan iklim kemungkinan lebih bagus dibandingkan wilayah yang memiliki banyak musim. Dengan alasan, diantaranya:
1. Posisinya berada ditengah-tengah antara kutub utara & selatan
2. Cuma memiliki 2 (dua) musim,  panas dan hujan
3. Keanekaragaman hayatinya lebih banyak dibanding wilayah lain
4. Kadar kesuburan tanah kemungkinan lebih tinggi dibanding wilayah lain.

Indonesia sebagai negara tropis yang  juga dilalui garis khatulistiwa (equator), mungkin lebih siap dalam menghadapi perubahan iklim ini dibanding wilayah bumi lainnya. Kemungkinan dalam 15 tahun mendatang, harga pangan akan naik drastis diseluruh dunia. Ummat manusia nantinya mulai kesulitan mendapatkan makanan yang harganya selangit, mungkin saja nanti biaya sekali makan untuk 1 (satu) orang, lebih mahal harganya daripada 1 (satu) unit handphone. Sebagai perbandingan, baru-baru ini saja pernah terjadi pada bahan pangan jenis cabe merah yang harganya mencapai Rp. 100.000,- / kg, bagaimana kalau 15 tahun lagi?

Lahan pertanian di wilayah tropis kemungkinan akan jadi incaran untuk dibeli oleh investor-investor dan konglomerat dari seluruh dunia. Karena manusia secara alami lebih mengamankan perutnya dibanding kebutuhan-kebutuhan lain yang bisa ditunda. Dari luas daratan Indonesia sekitar 188,2 juta hektar (deptan.go.id), maka setiap tahunnya lahan potensial akan terus diperbanyak dan dikembangkan dengan maksimal untuk memenuhi permintaan dunia.  Pola pertanian tradisional akan mulai berubah dengan cara pengelolaan yang lebih modern dan ramah lingkungan dengan pola organik yang tidak terlalu tergantung kepada pupuk kimia  serta pestisida.

Menurut Teori Malthus, pertambahan jumlah populasi manusia adalah sesuai deret hitung, sedangkan pertambahan jumlah makanan adalah sesuai deret ukur. Hal ini berarti pada suatu titik, jumlah makanan yang ada di bumi ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Berkurangnya lahan-lahan marginal untuk pertanian dapat menyebabkan pengurangan produksi pertanian. Belum lagi ditambah dengan perubahan cuaca (iklim) yang semakin ekstrim dan tak terduga. Untuk itu kita seharusnya berfikir logis di masa sekarang dalam hal antisipasi ketahanan pangan di masa mendatang.

Selama belum ditemukan solusi untuk menghentikan pemanasan global dan mencairnya es di kutub, maka kelangkaan pangan akan selalu menjadi masalah serius dunia setiap tahun. Profesi petani didaerah tropis mungkin saja akan jadi rebutan dan dihadapkan pada persaingan yang ketat. Sarjana-sarjana banyak yang turun ke desa untuk jadi petani. Penduduk kota kemungkinan akan banyak yang pulang kampung karena mahalnya harga pangan di kota, bagi yang tidak punya kampung mungkin akan mencari perantauan baru ke desa tujuan. Lahan yang ada akan dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dikelola sebaik-baiknya oleh pemilik. Bagi yang punya lahan, akan berfikir panjang untuk menjualnya, karena memikirkan keberlangsungan hidup anak cucu nya kelak. Dan bakal banyak orang yang bercita-cita jadi petani biar bisa memberi makan umat manusia.


Bagi orang-orang yang sudah punya prediksi seperti ulasan diatas, saat ini sudah banyak yang mempersiapkan segala kemungkinan-kemungkinan diatas dengan mulai membeli lahan-lahan subur yang produktif, baik dilingkungan tempat tinggalnya, maupun di desa-desa atau kampung halamannya..

Andreas, 29 April 2011, 09.32 WIB.
Sumber Utama: Maigus Tinus, Kompasiana, Opini Agrobisnis 29 April 2011, 01.43 WIB
Sumber lain: (wikipedia dan google)

Kamis, 03 Maret 2011

Perkembangan Tanaman Teh Sebagai Devisa Negara

Sebagaimana kita tahu, perkebunan merupakan merupakan pemasok devisa yang cukup menjajnjikan di negara kita. Urutan komoditas perkebunan yang paling menguntungkan tersebuat adalah karet, kelapa sawit, dan kakao.

Ingin belajar sedikit tentang perkebunan??
1. Pengaruh iklim terhadap hasil karet
2. Teh sebagai penyumbang devisa negara